Laman

بسم الله الرحمان الرحيم Ibnu Mas’ud tentang pengertian Al Jamaah : “Al Jamaah adalah sesuatu yang mencocoki Al Haq walaupun engkau sendiri (yang mengikutinya).” (Riwayat Al Laalikaiy dari Ibnu Mas’ud dalam Kitab As Sunnah dan Abu Syamah dalam Al Ba’its ‘Ala Inkari Bida’ Wal Hawaadits halaman 22 dan Ibnul Qayyim dalam Kitab Ighatsatul Lahfan halaman 1/70)

27 Agustus 2010

Hukum mencium istri saat puasa

Fatawa Al-Imam Ibnu Baz Seputar Puasa
Dikirim tanggal October 4, 2008 (7:52 pm). Kategori : Fatawa

FATAWA SYAIKH IBNU BAZ
SEPUTAR PERKARA YANG BOLEH DILAKUKAN SELAMA PUASA

1. Apa hukumnya menggunakan celak mata dan alat-alat kosmetik bagi wanita di siang hari ramadhan? Apakah ini membatalkan puasanya atau tidak?
Jawab: Celak sama sekali tidaklah membatalkan puasa baik bagi perempuan maupun laki-laki -menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat di kalangan ulama-, hanya saja lebih afdhal bagi orang yang berpuasa kalau dia menggunakannya di malam hari. Demikian pula menggunakan apa yang bisa memperindah wajahnya berupa sabun, minyak dan selainnya yang mengenai kulit bagian luar, misalnya pacar (kuku) dan semacamnya. Semua itu tidak mengapa dipakai oleh orang yang berpuasa. Wallahu waliyyu at-taufiq.

2. Apakah orang yang berpuasa boleh memakai pasta gigi -dalam keadaan dia berpuasa- di siang hari ramadhan?
Jawab: Tidak ada masalah asalkan dia berhati-hati jangan sampai ada pasta gigi yang tertelan. Demikian pula disyariatkan bagi orang yang berpuasa untuk bersiwak baik di awal siang maupun di akhirnya. Sebagian ulama yang berpendapat makruhnya bersiwak setelah tergelincirnya matahari akan tetapi itu adalah pendapat yang lemah. Yang benarnya adalah tidak makruh, berdasarkan keumuman sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, "Siwak adalah penyuci mulut dan keridhaan di sisi Ar-Rabb." (HR. An-Nasai dengan sanad yang shahih dari Aisyah). Juga berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, "Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya saya akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan mengerjakan shalat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadits ini mencakup shalat zhuhur dan ashar, sedangkan kedua shalat ini dikerjakan setelah tergelincirnya matahari. Wallahu waliyyu at-taufiq.

3. Apakah boleh orang yang berpuasa untuk istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung, pent.) di siang hari ramadhan?
Jawab: Telah tsabit dari Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda kepada Laqith bin Shaburah,"Sempurnakanlah wudhu, selang-selingi di antara jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq kecuali kalau kamu sedang berpuasa."(HR. At-Tirmizi dan Abu Daud) Beliau -shallallahu alaihi wasallam- memerintahkan dia untuk menyempurnakan wudhu kemudian bersabda,"Dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq kecuali kalau kamu sedang berpuasa."
Maka hadits ini menunjukkan bahwa orang yang berpuasa boleh berkumur-kumur dan istinsyaq akan tetapi dia jangan terlalu berlebihan karena dikhawatirkan airnya bisa sampai ke dalam tenggorokannya. Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq, maka keduanya harus dikerjakan dalam wudhu dan mandi (junub) karena keduanya adalah kewajiban dalam kedua ibadah itu, baik bagi orang yang berpuasa maupun selainnya.

4. Syaikh berkata: Apa yang kamu sebutkan dalam suratmu bahwa kamu bermesraan dengan istrimu di siang hari ramadhan sampai-sampai kamu sudah duduk di antara keempat sisinya (posisi jima', pent.) serta kamu memeluknya dan menciumnya sampai akhirnya kamu mengeluarkan madzi, akan tetapi kamu tidak sampai melakukan jima' (penetrasi), dan bahwa hal ini terjadi selama enam atau tujuh hari. Lalu engkau bertanya apakah puasamu sah ?
Maka jawabannya adalah:
Permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama: Sebagian mereka berpendapat batalnya puasa dengan keluarnya madzi, dan sebagian lainnya berpendapatnya puasanya tetap sah. Yang benarnya –insya Allah-, puasanya sah dan tidak ada kewajiban qadha` atas kalian berdua. Akan tetapi sepantasnya bagi seorang mukmin untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan keluarnya madzi, seperti memeluk, mencium dan semacamnya. Telah shahih dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau pernah mencium istrinya dalam keadaan beliau berpuasa serta memeluk dalam keadaan beliau berpuasa. Aisyah –radhiallahu anha- berkata,"Akan tetapi beliau lebih kuat menahan syahwatnya daripada kalian."
Diriwayatkan juga dari beliau -shallallahu alaihi wasallam- bahwa ada dua orang yang bertanya kepada beliau tentang hukum mencium istri bagi orang yang berpuasa, maka beliau melarang salah seorang di antara mereka dan mengizinkan yang lainnya. Perawinya berkata,"Maka kami pun mengamati, ternyata orang yang beliau izinkan adalah orang yang sudah tua, dan ternyata orang yang beliau larang adalah seorang pemuda."

Dari sini para ulama mengambil petikan hukum bahwa mencium dan memeluk dimakruhkan bagi pemuda dan selain mereka dari kalangan orang-orang syahwatnya bisa muncul ketika melakukannya dan dia dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam perkara yang haram (jima'). Adapun orang yang tidak dikhawatirkan padanya hal ini, maka dia tidak dimakruhkan melakukannya, wallahul muwaffiq

5. Kalau ada seseorang yang mencium istrinya atau bermesraan dengannya di siang hari ramadhan, apakah itu membatalkan puasanya atau tidak? Jelaskanlah kepada kami, semoga Allah memberikan ilmu kepadamu.
Jawab: Seseorang mencium istrinya, bermesraan dengannya dan memeluknya tanpa melakukan jima' -dalam keadaan dia berpuasa- semuanya adalah boleh dan tidak ada masalah melakukannya, karena Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah mencium istrinya dalam keadaan berpuasa dan pernah juga memeluknya dalam keadaan berpuasa. Akan tetapi kalau dikhawatirkan dia akan terjatuh ke dalam apa yang Allah haramkan atasnya (jima') karena dia adalah orang yang syahwatnya cepat tergerak, maka semua perbuatan ini dimakruhkan atasnya. Kalau dia melakukannya sampai dia mengeluarkan mani maka dia wajib untuk tetap menahan (berpuasa) tapi wajib untuk mengqadha` puasa hari itu (karena puasanya batal, pent.), dan tidak ada kewajiban kaffarat atasnya menurut mayoritas ulama. Adapun keluar madzi, maka itu tidak membatalkan puasa menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat di kalangan ulama, karena yang menjadi hukum asal adalah syah dan tidak batalnya puasa (kecuali kalau ada dalil yang menetapkannya, pent.). Dan juga karena keluarnya mani termasuk perkara yang sulit untuk dihindari, wallahu waliyyu at-taufiq.

[Sumber: Diterjemah dari www.binbaz.org.sa/cat/133/fatawa]


Sumber : diambil dari http://al-atsariyyah.com